BATIK BAKARAN JUWANA | MOTIF BATIK PATI

Warisan Budaya Indonesia

  • RSS
  • Delicious
  • Facebook
  • Twitter

Popular Posts

Hello world!
Righteous Kill
Quisque sed felis

Popular Posts

Thumbnail Recent Post

Righteous Kill

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in ...

Quisque sed felis

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in ...

Etiam augue pede, molestie eget.

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in ...

Hellgate is back

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit ...

Post with links

This is the web2feel wordpress theme demo site. You have come here from our home page. Explore the Theme preview and inorder to RETURN to the web2feel home page CLICK ...


Batik Bakaran JUANA yang sekarang terpusat pada kedua desa yaitu Bakaran Wetan dan Bakaran Kulon, masuk kedalam wilayah kecamatan Juwana, PATI. Batik Bakaran ini sudah ada sekitar abad ke 14 dan berhubungan dengan seorang penjaga benda–benda seni kerajaan Majapahit yang bernama Nyi Siti Sabirah (Nyi Danowati). Ia datang ke Desa Bakaran untuk mencari tempat persembunyian karena dikejar-kejar prajurit Kerajaan Demak. Waktu itu, Kerajaan Majapahit yang diperintah Girindrawardhana yang bergelar Brawijaya VI (1478-1498) berada dalam desakan Kerajaan Demak yang menganut Islam. Sejumlah pengikut Brawijaya yang menganut Hindu-Buddha memilih hengkang dari Majapahit karena tidak mau masuk Islam. Bersama tiga saudaranya, yaitu Ki Dukut, Kek Truno, dan Ki Dalang Becak, mereka menyusuri pantai utara Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di Perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur, Nyi Danowati dan dua saudaranya berpisah dengan Ki Dalang Becak. Ia melanjutkan perjalanan hingga ke kawasan rawa-rawa yang penuh pohon druju atau sejenis semak berduri, sedang Ki Dalang Becak menetap di Tuban. Bersama Ki Dukut, Nyi Danowati membuka lahan di daerah rawa-rawa itu sebagai tempat tiras pendelikan atau tempat persembunyian. Lantaran Ki Dukut seorang lelaki, ia mampu membuka lahan yang sangat luas, sedangkan lahan Nyi Danowati sempit. Tak kurang akal, Nyi Danowati mengadakan perjanjian dengan Ki Dukut. Ia meminta sebagian lahan Ki Dukut dengan cara menentukan batas lahan melalui debu hasil bakaran yang terjatuh di jarak terjauh. Ki Dukut menyetujui usulan itu. Jadilah kawasan Nyi Danowati lebih luas sehingga sebagian kawasan diberikan kepada Kek Truno yang tidak mau babat alas. Daerah milik Nyi Danowati dinamai Bakaran Wetan, sedang milik Kek Truno bernama Bakaran Kulon. Di Bakaran Wetan itulah Nyi Danowati membangun pemukiman baru. Sejumlah warga yang semula tidak mau menempati daerah rawa-rawa itu mulai tertarik membangun pemukiman di sekitar rumah Nyi Danowati. Agar tidak dicurigai orang bahwa ia pemeluk agama Hindu-Buddha, Nyi Danowati mengubah nama menjadi Nyai Ageng Siti Sabirah. Ia juga mendirikan masjid tanpa mihrab yang disebut SIGIT. Di pendopo dan pelataran Sigit itulah Nyi Danowati mengajar warga membatik. Motif batik yang diajarkan Nyi Danowati adalah motif batik Majapahit. Misalnya, sekar jagad, padas gempal, gandrung, magel ati dan limaran.
Dahulu, pewarna batik motif itu menggunakan bahan-bahan alami. Misalnya, kulit pohon tingi yang menghasilkan warna coklat, kayu tegoran untuk warna kuning, dan akar kudu sebagai pewarna sawo matang

Leave a Reply